Pages

Islam, Dakwah dan Tajdid



Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah. Cita-cita Muhammadiyah adalah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Visi tersebut menjadi sebuah identitas resmi Muhammadiyah, bahwa Muhammadiyah itu sebagai sebuah gerakan Islam, Dakwah dan Tajdid. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama final dan sempurna[2]yang tiada kejayaan dan kemuliaan tanpa keyakinan dan ketundukan yang total pada agama Islam. Seorang muslim yang benar keimananya akan merasakan nikmat ketika menjalankan ajaran Islam baik yang berupa perintah, larangan maupun tuntunan. Dan sebaliknya, jika iman itu tidak kuat dan benar, maka ajaran Islam hanya akan menyesakkan dada baginya[3]. Padahal kecintaan seorang muslim akan iman yang dimilikinya, menjadikan dia enggan kembali kepada kekufuran (kejahiliyahan).
Bagi seorang mukmin, yang paling berharga dalam hidupnya adalah iman. Sebab betapapun nikmatnya harta, tahta dan wanita atau yang selainnya yang pernah dia rasakan di dunia ini, tidak merubah kesadaran dan citarasanya bahwa semua itu (tanpa iman) tidak mampu menyelamatkan dirinya di akherat sana[4]. Dia yakin betul, bahwa hidupnya menjadi berharga karena dia punya iman. Harta yang paling mahal adalah iman. Perhiasan yang paling indah adalah iman. Kenikmatan yang paling lezat adalah iman. Derajat yang paling mulia adalah iman. Pakaian yang paling mewah adalah iman.
Oleh karena keyakinan yang demikian itu telah tertanam kuat menghujam ke dalam dada seorang muslim dan karunia Allah SWT berupa kecintaan pada iman itu menggembirakan hatinya, maka dengan izin Allah keimanan itu menumbuhkan kecintaan untuk berbagi. Rasulullah SAW pernah menyatakan : “Bahwa tidak (sempurna) iman seseorang, hingga dia mencitai (sesuatu itu) menjadi milik saudaranya sebagaimana dia mencintai (sesuatu itu) menjadi miliknya.” (HR. Muslim).
Sempurnanya iman seorang mukmin hanyalah jika dia mau berbagi dengan orang lain dalam hal yang paling dicintainya. Sedangkan yang paling dicintai oleh seorang mukmin adalah imannya. Maka kesempurnaan iman seorang mukmin akan terwujud jika dia merasa rela berbagi iman dengan orang lain. Bagaimana caranya berbagi iman? Caranya adalah berdakwah.
Dakwah adalah berbagi hidayah, sedangkan hidayah yang paling tinggi adalah hidayah iman. Uniknya, meskipun iman semakin dibagi dia tidak semakin berkurang melainkan semakin sempurna. Dakwah adalah perkataan yang terbaik[5]. Dakwah adalah pekerjaan umat terbaik[6]. Dakwah adalah pekerjaan para rasul. Sedangkan para rasul adalah pribadi yang sangat berhasrat agar seluruh manusia beriman sebagaimana dia beriman[7].
Jika para rasul berperilaku demikian, maka begitu seharusnya orang-orang yang menginginkan imannya sempurna, dia harus merasa senang jika orang lain juga beriman sebagaimana dirinya beriman. Dia akan gembira jika dirinya menjadi jalan seseorang mendapatkan hidayah iman dari Allah SWT, karena keutamannya sangat besar[8]. Tiada kenikmatan bagi dirinya selain berbagi keimanan (berdakwah) kepada orang lain. Sebab keimanan yang utuh hanya dicapai jika dia mau (berhasrat kuat) agar orang lain menjadi mukmin. Siapa yang ingin menyempurnakan keimanan hendaknya dia tidak ragu-ragu untuk terjun di dunia dakwah. Persoalanya bagi kita sekarang adalah seberapa banyak bahan yang akan kita bagi itu sudah kita miliki? Padahal pepatah Arab mengatakan:Faqidusy Syai-i laa yu’thi – orang yang tidak punya sesuatu mustahil akan memberikan sesuatu.
Islam yang kita semua berada di dalamnya ini dan agama yang sedang kita dakwahkan ini, semakin semakin jauh dari pusat edarnya karena zaman semakin jauh meninggalkan masa keemasan yaitu masa hidup Nabi dan para sahabat, dan semakin banyak dipeluk oleh orang dari berbagai latar belakang keilmuan dan budaya, sangat mungkin terjadi salah maksud bahkan menyimpang dari tujuan aslinya yaitu mengawal manusia dengan syari’at agar rela beribadah kepada Allah SWT semata[9].
Oleh karenanya sangat perlu bagi para juru dakwah untuk melakukan pemurnian(tajdid). Tajdid bagaikan kereta dengan dua lokomotif yang siap melayani kereta. Dia bisa berlaku maju dan bisa berlaku mundur. Berlaku maju artinya memurnikan Islam dengan mengangkat peradaban manusia dari kebodohan, kejumudan dan keterbelakangan sebab jati diri Islam adalah cinta kemajuan bukan kebodohan (jahiliyah) apalagi kesesatan (dhulumat)[10]. Lain dari pada itu juga perlu diketahui bahwa Tajdid bisa berlaku mundur, yaitu mengembalikan peradaban manusia yang “terlalu maju” bahkan meninggal keaslian Islam yang berakar dari Al-Quran dan sunnah, sebab Islam memiliki landasan dasar yang permanent yaitu Al-Quran dan As-sunnah.  Tajdid mengembalikan yang ekstrem menjadi moderat (wasathan), sebab hakekatnya Islam itu adalah agama pertengahan[11].
Akhirnya, Islam harus diyakini kebenaranya atas dasar ilmu. Ilmu adalah mengetahui Allah, Rasul dan Agama Islam dengan dasar dalil. Ilmu dan keyakinan menjadi dasar iman. Iman akan sempurna jika didakwahkan. Dakwah selain berfungsi sebagai sarana berbagi hidayah juga sebagai stabilizer kemajuan dan kemunduran peradaban agar selalu berada pada jalan yang lurus (shirothol mustaqim[12]).
Ditulis Oleh Rohmadi Ibn Saib, Direktur Pondok Tahfidh Al-Qur’an Ahmad Dahlan Ponorogo, Staff Pengajar Pesantren Darut Tilawah (PEDATI) Ponorogo, disampaikan pada diskusi Angkatan Muda Muhammadiyah Ponorogo pada 05