Pages

Tarbiyah Yang Kita Kehendak


Tarbiyah Yang Kita Kehendaki

Sudah saatnya kita berpikir serius mengenai dakwah yang kita jalani selama ini. Sekian banyak mesjid telah kita dirikan sekian ratus santri telah kita didik dalam TPA maupun masjid. Sejak 1990 dakwah di desa kita ini mulai besinar, memancar, dan melebar. Perkembangan dakwah secara fisik berbentuk masjid telah mewujud, lebih lagi dibantu oleh Darul Fikri dalam pembangunannya. Pertanyaan kita selanjutnya apakah jumlah masjid dan mushola kita sebanding dengan jumlah SDM (Sumber Daya Manusia) yang mengisi dan menghidupkan masjid itu? 
Tentu saja jawaban yang akan saya dapatkan dari pembaca beragam dan bervariasi, minimal ada yang menjawab sudah dan sebagian ada yang menjawab belum. Sudah bagi yang menganggap bahwa SDM itu adalah orang-orang yang mengisi masjid atau mushola, karena memang nyatanya masjid dan mushola kita tetap ada “penghuninya”. Minimal ketika 3 waktu adzan, yaitu maghrib, isyak dan subuh, tetap ada yang adzan dan ada yang sholat meskipun tidak penuh satu shaff, karena sebagian hanya ada yang terdiri dari satu imam dan satu makmum.
Bagi yang menganggap belum sebanding antara jumlah mushola dan masjid dengan SDM yang ada, berpikir bahwa SDM itu adalah tidak sekedar adanya fisik yang mengadzani dan mengimami masjid/mushola tersebut, namun lebih dari itu, yaitu mereka yang bergerak memperbaiki kondisi umat yang ada di sekitarnya, memiliki visi hidup yang jelas yaitu untuk menegakkan kalimatullah, memenangkan yang benar dan mengalahkan yang batil, membina dan mengantarkan umatnya menuju kepada keselamatan dunia dan akherat.
Tidak ada yang salah dari kedua jawaban di atas. Karena memang kita sebenarnya membutuhkan orang yang memiliki karakter bergerak dan menggerakkan, sholeh dan mushlih, siap di dakwahi dan siap mendakwahi, siap dipimpin dan siap memimpin, siap dibina dan siap membina. Bukan sekedar mereka yang rajin sholat ke masjid, namun takut mendakwahkan kebenaran. Bukan sekedar orang yang pintar bereteriak melantunkan adzan, namun orang yang adzan juga siap meneriakkan kebenaran dan membela yang tertindas. Yang sangat penting sekarang adalah menjawab sudah adakah orang-orang yang demikian itu? Jika sudah, apakah mereka adalah buah tangan kita?
Jika belum ada atau sudah ada tetapi belum mencukupi, maka menjadi tugas kita sekarang untuk mewujudkannya. Bagaimana caranya? Caranya adalah menjadikan setiap kesempatan sebagai sarana untuk mewujudkan hal itu.
Nah, sekarang ini yang sedang kita hadapi adalah Madrasah Diniyah (MADIN) Al-Amin, sebagai kelanjutan dari TPA AL-AMIN yang sejak 1990 dirintis. Ada apa dengan MADIN? Tentu tidak sedang dalam masalah, hanya saja kita semua para tokoh dan kaum muslimin desa Muneng ini, harus memiliki pemahaman yang sama mengenai MADIN ini. Pemahaman apa yang harus di samakan? Pemahaman mengenai tujuan: kemanakah akan diarahkan MADIN kita ini?
MADIN ini adalah bentuk dari sebuah pendidikan (tarbiyah). Maka tujuan MADIN ini adalah selaras dengan tujuan tarbiyah. Tarbiyah adalah usaha mengembangkan potensi pikir, fisik dan hati seorang anak didik (mutarabbi). Seorang anak didik, adalah ibarat biji (benih) bagi sebuah tumbuhan. Biji yang baik adalah biji yang bisa dikembangkan dan guru yang baik adalah guru yang bisa mengembangkan. Biji yang baik akan berkembang dengan baik, membentuk akar pohon yang kuat menancap ke dalam tanah dan pohon seta dahan-ranting-daunnya menjulang ke langit, terlihat gagah dan kokoh. Tidak cukup itu, kesempurnaan sebuah biji bukan hanya pada akar, pohon dan daun, namun dia juga harus bisa memberikan manfaat berupa buah yang siap dipanen setiap saat seijin yang punya.
Itulah gambaran pohon yang baik, tumbuhan yang baik dan anak didik yang baik, hasil dari proses pendidikan yang baik. Lihat penjelasan Allah SWT mengenai hal itu dalam surat Ibrahim: 24-25.
“(24).  Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (25).  Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Kalimat yang baik (thoyibah) adalah kalimat tauhid Laa ilaa ha illallaah. Dan yang termasuk ke dalam kalimat yang baik itu ialah segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. Berarti pendidikan menuju tauhid adalah kalimat yang baik pula.
Mari kita cermati sekali lagi ayat tersebut, Allah memberikan perumpamaan kalimat yang baik atau yang cocok dengan keadaan kita sekarang adalah pendidikan yang baik itu adalah pendidikan yang dapat menumbuhkan akar yang kuat, yaitu akidah (tauhid). Akidah yang kuat adalah prinsip hidup yang kuat, yang tidak tergoyahkan oleh apapun. Maka jika prinsip-prinsip hidup itu adalah berakar pada kalimat tauhid, maka prinsip hidup itu adalahh prinsip hidup yang benar, sedangkan jika prinsip hidup itu adalah prinsip hidup yang bukan berdasar pada tauhid adalah prinsip hidup yang salah. Contoh prinsip hidup yang beradasar tauhid adalah jujur. Kejujuran adalah prinsip hidup yang diajarkan oleh Allah sebagai konsekwensi dari keimanan kepada Allah. Orang yang yakin bahwa Allah itu ada dan selalu mengawasinya, akan tertanam di dalam jiwanya prinsip jujur (tidak berbohong).
Sedangkan prinsip mau menang sendiri adalah prinsip hidup yang didasarkan pada keumuman orang banyak berbuat begitu, bukan berdasar pada keimanan. Prinsip yang demikian itu tidak akan langgeng dan tidak bermanfaat, sebab secara naluri manusia tidak ingin dibohongi dan tidak ingin menerima sikap jahat, sehingga jika seseorang sekali saja melihat orang lain bersikap maunya menang sendiri, kelak kemudian hari dia akan enggan bergaul dan menerima siskap yang demikian, kendati dia sendiri juga orang yang suka berbuat demikian.
Setelah biji memiliki akar yang kuat, dia akan membentuk pohon yang kokoh, batang yang kuat dan daun yang rindang. Jika pohon mampu menjadi seperti ini saja, yakni; akarnya kuat, batangnya kuat dan daunnya rindang, sudah mampu dimanfaatkan, minimal daunya yang rindang dapat dijadikan tempat berteduh. Inilah ibadah. Orang yang kuat imannya, dan kuat pula ibadahnya, akan mampu menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan, pohonnya akan mampu menjadi penguat bagi orang yang membutuhkan tiang.
Kesempurnaan pohon terletak pada kualitas hasil dan konsistennya kemanfaatan yang diberikan. Di dalam ayat itu Allah memberikan gambaran bahwa kesempurnaan biji yang baik itu terletak pada kemampuanya memberikan manfaat bagi orang lain setiap saat dibutuhkan. Itulah buah dari pohon yang baik, dia tidak berhenti memberikan buah kemanfaatan kapan pun dan di manapun. Bukti keberhasilan seorang pendidik adalah manakala dia telah menghasilkan anak didik yang mampu mendidik, bukan sekedar anak didik yang siap dididik, namun yang siap mendidik, itulah buah yang setiap saat siap dipetik oleh orang lain. Itulah buah dari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang selalu mengalirkan pahala, karena selalu diamalkan dan diajarkan oleh orang yang dahulu pernah kita ajar.
Apakah biji bisa berkembang tanpa bantuan orang lain? Jawabnya tentu saja bisa, namun tidak terarah (liar). Agar biji bisa berkembang dengan baik dan terarah maka sangat membutuhkan adanya pengarahan dan bimbingan. Arah pembinaan itu haruslah dengan arah dan bimbingan yang diharapkan oleh Islam. Dan arah bimbingan kita adalah menjadikan anak didik kita memiliki sifat sebagai pohon yang baik, yaitu pohon yang memiliki akar (tauhid) yang kuat meanancap ke dalam dasar (batin)-nya. Inilah yang saya sebut dengan seorang anak didik yang Saliimul Aqidah(selamat aqidahnya) dari berbagai macam syirik.
Anak didik yang kita bina adalah anak didik yang memiliki batang dan daun yang kokoh, tegak lurus, benar dan tangguh. Mereka adalah orang-orang yang benar ibadahnya lagi tekun menjalankannya. Itulah yang disebut dengan generasi yang Shohihul Ibadah (benar ibadahnya). Selain itu mereka haruslah diupayakan menjadi orang yang mampu menghadirkan manfaat yang berkelanjutan berupa Matinul Khuluq (akhlak yang mantab). Akhlak adalah buah yang selalu manis dirasakan oleh orang lain dan tidak terikat dengan waktu dan musim, dia selalu siap hadir kapanpun dan di mana pun.
Ringkasnya tujuan pendidikan kita adalah, mencetak generasi muslim yang Salimul Aqidah, Shohihul Ibadah dan Matinul Khuluq. Mereka adalah generasi yang memiliki ketangguhan akar pendirian, kekuatan batang yang menghubungkan dirinya dengan Tuhan-Nya dalam ibadah yang tekun, dan keindahan buah akhlak yang siap memberi manfaat setiap saat. Sebagai tolok ukur keberhasilan mutlak kita adalah jika anak yang sekarang ini kita didik, kelak mereka mensifati 3 sifat tersebut, dan siap menjadi pendidik meneruskan perjuangan pendidikan (tarbiyah) kita.Wallaohul Musta’an.
Ditulis oleh : Rohmadi Ibnu Saib pada 1 Nopember 2009. untuk guru-guru dan pengurus Madrasah Diniyah, Muneng Balong Ponorogo.